Barangkali kita sebagai
bangsa perlu mengakui terlebih dahulu bahwa kita adalah bangsa yang kecil,
pengecut, dan selalu berpikir pendek mengutamakan kepentingan pribadi/kelompok
dari pada kepentingan nasional, bangsa apalagi negara. Setelah menyadari betapa
cupetnya pikiran kita yang selalu inward looking dan betapa kacaunya kalkulasi
strategis kita, barulah kita dapat sedikit menyadari...ingat hanya sedikit
menyadari. Seperti inikah realita politik kita?
Mengapa Blog I-I menyentuh politik, tentunya dapat juga dipertanyakan dan
jawabnya sangat sederhana, yakni setelah hampir 12 tahun genap reformasi
satu-satunya keraguan yang membayangi masa depan Indonesia adalah proses
pergantian pemimpin nasional, dimana seluruh bangsa Indonesia mengharapkan
lahirnya pemimpin yang berkualitas, jujur, berani dan pandai mengelola negara
serta mampu mensejahterakan rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
salah satu agenda strategis blog I-I adalah mendorong lahirnya kesadaran massa
bangsa Indonsia untuk secara serius memikirkan masa depan Indonesia melalui
penyusunan rencana di masing-masing bidang serta berusaha kuat untuk
mengimplementasikannya. Pada saat yang bersamaan kesadaran massal tersebut
membuka mata hati kita untuk dapat mengutamakan prioritas bangsa dan negara
dari pada kepentingan pribadi.
Tidak dapat dipungkiri
bahwa kita sebagai bangsa masih bersifat/berkarakter feodal dan selalu
memimpikan lahirnya Ratu Adil yang akan mampu menjawab dan menyelesaikan
persoalan bangsa. Kita selalu bersandar pada orang lain, pada pemimpin, pada
pemerintah, pada pertolongan dari luar, bahkan kepada asing. Sangat bodoh
bukan? Sesungguhnya kita harus memulai perbaikan dibidang apapun dari diri
sendiri, mulailah mengandalkan diri sendiri dalam membawa perubahan yang lebih
baik. Namun hal itu tidak berarti membesarkan ego masing-masing, melainkan
membuka keberanian dan kepeloporan dalam membawa perubahan bangsa. Kebanyakan
kita hanya mengikut di belakang bukan, bahkan sangat menyedihkan bila kita
menyaksikan pimpinan kita-pun ternyata memiliki mentalitas yang demikian.
Saya sebagai pribadi telah
mengawali satu langkah yang sangat kecil melalui Blog I-I, dan responnya bagi
saya telah melampaui harapan saya pribadi. Meskipun demikian, wacana, artikel
ataupun uneg-uneg dalam pikiran saya belum tentu kena di hati dan pikiran
sahabat Blog I-I bukan? Malahan terdapat kecenderungan Blog I-I meningkatkan
minat generasi muda Indonesia untuk bergabung dengan dunia intelijen Indonesia.
Silahkan saja kepada siapapun warga negara Indonesia untuk mengabdi di bidang
intelijen, namun sebagaimana kerahasiaannya tantangannya adalah menemukan jalan
menuju dunia intelijen. Blog I-I sejak awal sudah mengumumkan bahwa tidak ada
rekrutmen melalui Blog I-I, serta secara singkat dapat saya sarankan untuk
mencarinya ke TNI yang memiliki BAIS, Polri yang memiliki sejumlah unit
intelijen seperti Densus 88, Baintelkam, dll, ke Lembaga Sandi Negara, ataupun
ke BIN yang merupakan Badan Intelijen Tertinggi di Indonesia.
Di luar antusiasme sebagian
generasi muda yang rajin mengunjungi Blog I-I, ingin saya sampaikan sekali lagi
bahwa mengabdi untuk bangsa dan negara Indonesia tidaklah harus di bidang
intelijen. Melainkan di berbagai bidang dan apabila ada hal-hal yang sangat
penting dan membahayakan negara dapat menginformasikan kepada Komunitas
Intelijen, khususnya Polsisi dan BIN atau bahkan melalui Blog I-I untuk
disampaikan kepada yang berwenang.
Tidak ada seorangpun yang
dapat membawa perubahan Indonesia sendirian, siapapun kita bagian dari elemen
bangsa Indonesia perlu bersinergi dan menyatukan kekuatan untuk membangun
Indonesia yang sejahtera modern dan bermoral.
Sadarkah pemerintah
Indonesia bahwa masih sangat banyak pekerjaan rumah dan persoalan yang
menyebabkan langkah kemajuan Indonesia Raya terhambat di sana-sini. Kita tidak
perlu menyalahkan orang lain, tetapi mulailah melihat kepada diri kita sendiri,
kepada peranan dan sumbangan yang telah kita berikan untuk bangsa
Indonesia.
Realita Politik Indonesia
adalah saling menghancurkan seperti legenda kutukan Mpu Gandring kepada Ken
Anggrok dan keturunannya. Kisah kehancuran para pemimpin kita dimasa lalu dan
era Indonesia modern seharusnya dapat menyadarkan kita dan mendorong kita untuk
tidak mengulanginya. Namun kita memang bangsa pelupa dan senang mengulangi
kesalahan yang sama.
Menjadi pemimpin yang
bijaksana tidak identik dengan kemampuan menyenangkan seluruh elemen dalam
negara, ada kalanya pemimpin itu harus berani menghilangkan penyakit-penyakit
dalam elemen negara, bukannya malahan menambah kacau sistem tata negara dengan
membagi-bagi kekuasaan kepada orang-orang yang kurang terseleksi, perhatikan
bagaimana kualitas para Menteri dan Wakil Menteri yang sekarang ada, Blog I-I
menilai hanya 45% yang benar-benar baik selebihnya meragukan karena mereka
dipilih secara mendadak dan bukan dipersiapkan jauh-jauh hari dengan penyusunan
rencana dan program yang matang untuk sebuah negara sebesar Indonesia. Sungguh
Blog I-I sangat sedih dengan kenyataan politik Indonesia saat ini. Beberapa
sahabat Blog I-I membantah hal itu dan menyampaikan bahwa Birokrat dapat
mendukung siapapun pemimpinnya, namun sadarkah kita bahwa Birokrat sekarang
adalah masih sisa-sisa yang bermentalitas pengecut karena puluhan tahun dalam
represi sistem orde baru dengan tingkat gaji yang sangat rendah sehingga
cenderung korup dan kurang memiliki jiwa kepemimpinan.
Sebagian lagi sahabat blog
I-I menyampaikan optimisitas bahwa telah lahir generasi Ratu Adil menyongsong
kejayaan Indonesia Raya pada era 2050, namun saya pesimis apabila prosesnya
tidak kunjung kelihatan, lihat saja bagaimana cara kita mendidik anak-anak kita
di sekolah. Pendidikan anti diskriminasi yang merupakan masalah dari perbedaan
ras-etnis belum menjadi hal yang utama, kita dipaksa untuk memahami Bhinneka
Tunggal Ika, namun tidak diajarkan dari kecil untuk menyayangi dan saling
menghormati walaupun kita berbeda etnis suku bangsa. Perhatikan bagaimana
sakitnya hati saudara kita orang Papua yang mengalami perlakukan diskriminasi
rasial secara laten yang ada di dalam hati suku yang berwarna kulit lebih
terang. Menyedihkan bukan ?
Bagaimana caranya? semua
berawal dari pribadi kita masing-masing dan dari sekolah dari pendidikan dan
dari pembangunan sistem sosial ekonomi dan budaya Indonesia yang merangkul dan
meramu perbedaan diantara kita menjadi kekuatan multikultural untuk kemajuan
Indonesia Raya.
Siapa yang bertanggung
jawab, tentu saja pemerintah bersama seluruh aparaturnya, dan dalam alam
demokrasi ini inisiatif elemen bangsa dalam bentuk lembaga swadaya maupun
individual akan sangat menolong percepatan kemajuan tersebut.
Entahlah, semoga
rekan-rekan Blog I-I tidak terkungkung dalam sudut pandang intelijen klasik
yang sempit sehingga mengabaikan kesederhanaan analisa bahwa Indonesia tidak terlalu
memerlukan pendekatan keamanan, sebaliknya memerlukan manajemen yang
profesional, berani, tegas, cerdas, cekatan dan tentu saja tidak mengabaikan
pendekatan sosiologis budaya untuk proses pembangunan.
Demikian, semoga
bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar