Barangkali kita sebagai
bangsa perlu mengakui terlebih dahulu bahwa kita adalah bangsa yang kecil,
pengecut, dan selalu berpikir pendek mengutamakan kepentingan pribadi/kelompok
dari pada kepentingan nasional, bangsa apalagi negara. Setelah menyadari betapa
cupetnya pikiran kita yang selalu inward looking dan betapa kacaunya kalkulasi
strategis kita, barulah kita dapat sedikit menyadari...ingat hanya sedikit
menyadari. Seperti inikah realita politik kita?
Mengapa Blog I-I menyentuh politik, tentunya dapat juga dipertanyakan dan
jawabnya sangat sederhana, yakni setelah hampir 12 tahun genap reformasi
satu-satunya keraguan yang membayangi masa depan Indonesia adalah proses
pergantian pemimpin nasional, dimana seluruh bangsa Indonesia mengharapkan
lahirnya pemimpin yang berkualitas, jujur, berani dan pandai mengelola negara
serta mampu mensejahterakan rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
salah satu agenda strategis blog I-I adalah mendorong lahirnya kesadaran massa
bangsa Indonsia untuk secara serius memikirkan masa depan Indonesia melalui
penyusunan rencana di masing-masing bidang serta berusaha kuat untuk
mengimplementasikannya. Pada saat yang bersamaan kesadaran massal tersebut
membuka mata hati kita untuk dapat mengutamakan prioritas bangsa dan negara
dari pada kepentingan pribadi.
Tidak dapat dipungkiri
bahwa kita sebagai bangsa masih bersifat/berkarakter feodal dan selalu
memimpikan lahirnya Ratu Adil yang akan mampu menjawab dan menyelesaikan
persoalan bangsa. Kita selalu bersandar pada orang lain, pada pemimpin, pada
pemerintah, pada pertolongan dari luar, bahkan kepada asing. Sangat bodoh
bukan? Sesungguhnya kita harus memulai perbaikan dibidang apapun dari diri
sendiri, mulailah mengandalkan diri sendiri dalam membawa perubahan yang lebih
baik. Namun hal itu tidak berarti membesarkan ego masing-masing, melainkan
membuka keberanian dan kepeloporan dalam membawa perubahan bangsa. Kebanyakan
kita hanya mengikut di belakang bukan, bahkan sangat menyedihkan bila kita
menyaksikan pimpinan kita-pun ternyata memiliki mentalitas yang demikian.
Saya sebagai pribadi telah
mengawali satu langkah yang sangat kecil melalui Blog I-I, dan responnya bagi
saya telah melampaui harapan saya pribadi. Meskipun demikian, wacana, artikel
ataupun uneg-uneg dalam pikiran saya belum tentu kena di hati dan pikiran
sahabat Blog I-I bukan? Malahan terdapat kecenderungan Blog I-I meningkatkan
minat generasi muda Indonesia untuk bergabung dengan dunia intelijen Indonesia.
Silahkan saja kepada siapapun warga negara Indonesia untuk mengabdi di bidang
intelijen, namun sebagaimana kerahasiaannya tantangannya adalah menemukan jalan
menuju dunia intelijen. Blog I-I sejak awal sudah mengumumkan bahwa tidak ada
rekrutmen melalui Blog I-I, serta secara singkat dapat saya sarankan untuk
mencarinya ke TNI yang memiliki BAIS, Polri yang memiliki sejumlah unit
intelijen seperti Densus 88, Baintelkam, dll, ke Lembaga Sandi Negara, ataupun
ke BIN yang merupakan Badan Intelijen Tertinggi di Indonesia.
Di luar antusiasme sebagian
generasi muda yang rajin mengunjungi Blog I-I, ingin saya sampaikan sekali lagi
bahwa mengabdi untuk bangsa dan negara Indonesia tidaklah harus di bidang
intelijen. Melainkan di berbagai bidang dan apabila ada hal-hal yang sangat
penting dan membahayakan negara dapat menginformasikan kepada Komunitas
Intelijen, khususnya Polsisi dan BIN atau bahkan melalui Blog I-I untuk
disampaikan kepada yang berwenang.
Tidak ada seorangpun yang
dapat membawa perubahan Indonesia sendirian, siapapun kita bagian dari elemen
bangsa Indonesia perlu bersinergi dan menyatukan kekuatan untuk membangun
Indonesia yang sejahtera modern dan bermoral.
Sadarkah pemerintah
Indonesia bahwa masih sangat banyak pekerjaan rumah dan persoalan yang
menyebabkan langkah kemajuan Indonesia Raya terhambat di sana-sini. Kita tidak
perlu menyalahkan orang lain, tetapi mulailah melihat kepada diri kita sendiri,
kepada peranan dan sumbangan yang telah kita berikan untuk bangsa
Indonesia.
Realita Politik Indonesia
adalah saling menghancurkan seperti legenda kutukan Mpu Gandring kepada Ken
Anggrok dan keturunannya. Kisah kehancuran para pemimpin kita dimasa lalu dan
era Indonesia modern seharusnya dapat menyadarkan kita dan mendorong kita untuk
tidak mengulanginya. Namun kita memang bangsa pelupa dan senang mengulangi
kesalahan yang sama.
Menjadi pemimpin yang
bijaksana tidak identik dengan kemampuan menyenangkan seluruh elemen dalam
negara, ada kalanya pemimpin itu harus berani menghilangkan penyakit-penyakit
dalam elemen negara, bukannya malahan menambah kacau sistem tata negara dengan
membagi-bagi kekuasaan kepada orang-orang yang kurang terseleksi, perhatikan
bagaimana kualitas para Menteri dan Wakil Menteri yang sekarang ada, Blog I-I
menilai hanya 45% yang benar-benar baik selebihnya meragukan karena mereka
dipilih secara mendadak dan bukan dipersiapkan jauh-jauh hari dengan penyusunan
rencana dan program yang matang untuk sebuah negara sebesar Indonesia. Sungguh
Blog I-I sangat sedih dengan kenyataan politik Indonesia saat ini. Beberapa
sahabat Blog I-I membantah hal itu dan menyampaikan bahwa Birokrat dapat
mendukung siapapun pemimpinnya, namun sadarkah kita bahwa Birokrat sekarang
adalah masih sisa-sisa yang bermentalitas pengecut karena puluhan tahun dalam
represi sistem orde baru dengan tingkat gaji yang sangat rendah sehingga
cenderung korup dan kurang memiliki jiwa kepemimpinan.
Sebagian lagi sahabat blog
I-I menyampaikan optimisitas bahwa telah lahir generasi Ratu Adil menyongsong
kejayaan Indonesia Raya pada era 2050, namun saya pesimis apabila prosesnya
tidak kunjung kelihatan, lihat saja bagaimana cara kita mendidik anak-anak kita
di sekolah. Pendidikan anti diskriminasi yang merupakan masalah dari perbedaan
ras-etnis belum menjadi hal yang utama, kita dipaksa untuk memahami Bhinneka
Tunggal Ika, namun tidak diajarkan dari kecil untuk menyayangi dan saling
menghormati walaupun kita berbeda etnis suku bangsa. Perhatikan bagaimana
sakitnya hati saudara kita orang Papua yang mengalami perlakukan diskriminasi
rasial secara laten yang ada di dalam hati suku yang berwarna kulit lebih
terang. Menyedihkan bukan ?
Bagaimana caranya? semua
berawal dari pribadi kita masing-masing dan dari sekolah dari pendidikan dan
dari pembangunan sistem sosial ekonomi dan budaya Indonesia yang merangkul dan
meramu perbedaan diantara kita menjadi kekuatan multikultural untuk kemajuan
Indonesia Raya.
Siapa yang bertanggung
jawab, tentu saja pemerintah bersama seluruh aparaturnya, dan dalam alam
demokrasi ini inisiatif elemen bangsa dalam bentuk lembaga swadaya maupun
individual akan sangat menolong percepatan kemajuan tersebut.
Entahlah, semoga
rekan-rekan Blog I-I tidak terkungkung dalam sudut pandang intelijen klasik
yang sempit sehingga mengabaikan kesederhanaan analisa bahwa Indonesia tidak terlalu
memerlukan pendekatan keamanan, sebaliknya memerlukan manajemen yang
profesional, berani, tegas, cerdas, cekatan dan tentu saja tidak mengabaikan
pendekatan sosiologis budaya untuk proses pembangunan.
Demikian, semoga
bermanfaat.
Kamis, 15 November 2012
HUBUNGAN ILMU POLITIK DAN ILMU-ILMU SOSIAL LAINNYA
Beberapa
asumsi yang perlu diketahui dalam ilmu politik adalah:
1. Setiap masyarakat menghadapi kelangkaan dan keterbatasan sumber-sumber sehingga konflik timbul dalam proses penentuan distribusi;
2. Kelompok yang dominant (pemerintah) menentukan distribusi dan pengalokasian melalui keputusan politik
3. Pemerintah mengalokasikan kepada beberapa kelompok dan individu, tetapi mengurangi atau tidak mengalokasikan kepada kelompok dan individu lain. Oleh karena itu, kebijakan-kebijakan pemerintah tidak pernah menguntungkan semua pihak;
4. Ada tekanan terus menerus untuk mengalokasikan sumber-sumber yang langka;
5. Tekanan-tekanan tersebut menyebabkan kelompok dan individu yang diuntungkan berupaya keras untuk mempertahankan struktur yang menguntungkan tersebut;/kelompok konservatif.
6. Semakin mampu penguasa meyakinkan bahwa system politik yang ada memiliki legitimasi, maka semakin mantap kedudukan penguasa dan kelompok yang diuntungkan dalam perjuangan mereka menghadapi golongan yang menghendaki perubahan;/radikal.
7. Banyak kebijakan ideal yang dimaksudkan untuk memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat ternyata hanya burupa pemecahan yang semu, sebab sulit dilaksanakan dalam kenyataan.
8. Dalam politik tidak ada yang serba gratis, maksudnya setiap aksi yang dilakukan selalu ada ongkos yang harus dibayar atau resiko yang mesti ditanggung.
Hubungan ilmu Politik dengan ilmu-ilmu lainnya.
1. hubungan ilmu Politik dengan ilmu Ekonomi.
Ilmu politik dan Ekonomi sejak dulu sampai sekarang selalu sangat erat hubungannya. Dalam setiap tindakan politik ada aspek ekonominya, demikian pula struktur perekonomian suatu masyarakat dapat mempengaruhi lembaga-lembaga politik yang sudah ada. Pada zaman Yunani, ilmu politik mengatur kehidupan politik orang-orang Yunani, sedangkan ekonomi (oikonomos) mengatur kemakmuran material dari warga negara Yunani. Pada abad 17, Montchretien de Watteville memperkenalkan istilah “Ekonomi Politik” yang menggambarkan begitu eratnya ilmu politik dan Ekonomi. Pada akhir PD I di Inggris dikemukakan ide tentang Negara kesejahteraan (Welfare state) artinya Negara Mensejahterakan rakyatnya, bukan sekedar “Negara penjaga malam”.
2. Hubungan ilmu politik dengan ilmu hukum
Setiap masyarakat baik moderen maupun primitive harus berdasarkan kepada ketertiban. Hukum dibuat, dijalankan dan dipertahankan oleh suatu kekuasaan. Pada saat ini, kekuasaan itu adalah Negara. Dalam hal ini sudah nampak hubungan antara ilmu politik dan ilmu hukum, yaitu dalam peranan Negara sebagai pembentuk hukum dan dalam objek ilmu hukum itu sendiri yaitu hukum. Ilmu politik juga menyelidiki hukum tetapi tidak menitik beratkan pada segi-segi teknis dari hukum, melainkan terutama menitikberatkan pada hukum sebagai hasil persaingan kekuatan-kekuatan social, sebagai hasil dari factor-faktor kekuasaan.
Hukum juga merupakan salah satu diantara sekian banyak “alat politik” yang dapat digunakan untuk mewujudkan kebijakan penguasa dan Negara. Tidak semua bagian hukum positif mempunyai hubungan yang erat dengan ilmu poltik, misalnya: hukum public dan hukum Negara adalah yang paling erat hubungannya, sedang hukum perdata atau hukum dagang relative kecil hubungannya.
3. Hubungan Ilmu Politik dengan Sosiaologi
Menurut Giddings, sarjana-sarjana ilmu politik harus menlengkapi dirinya dengan pengetahuan dasar sosiologi, karena sosiologi sebagai ilmu masyarakat dengan hasil-hasil penyelidikannya, menyebabkan ilmu politik tidak perlu lagi mengadakan penyelidikan yang telah dihasilkan oleh sosiaologi tersebut. Sosiologi meliputi berbagai cabang pengetahuan antara lain sosiaologi tentang kejahatan, sosiologi pendidikan, sosiologi agama, sosiologi politik dan sebagainya.
Terutama sosiologi politik, sangat erat hubungannya dengan ilmu politik, sebab sosiologi politik bagian dari sosiologi yang menganalisis proses-proses yang menitik beratkan pada dinamika tingkahlaku politik. Sebagaimana tingkahlaku itu dipengaruhi oleh berbagai proses spsoal, seperti kerjasama, persaingan, konflik dsb. Hal-hal tersebut juga dianalisis oleh ilmu politik.
4. Hubungan Ilmu Politik dengan Psikologi Sosial
Psikologi berasal dari bahasa Yunani “psycos” yang berarti jiwa dan “logos” yang berarti ilmu, jadi ilmu yang mempelajari tentang jiwa manusia. Proses pendekatan ilmu politik banyak memakai hukum-hukum dan dalil-dalil psikologi dalam menjelaskan gejala-gejala politik dan penyelidikan tentang motif-motif yang menjadi dasar setiap proses politik. Sarjana psikologi mengembangkan pendapat-pendapat mereka tentang naluri, emosi, dan kebiasaan individu atau “psyche” seseprang. Pengetahuan “psyche” seseorang dapat menjelaskan seluruh tingkah laku dan sikal orang itu. Dalam penyelidikan pendapat umum, propaganda, parpol, masalah kepemimpinan dan revolusi amat banyak dipergunakan hukum-hukum dan dalil-dalil psikologi itu.
Jika dahulu psikologi agak diabaikan dalam penyelidikan ilmu politik, dewasa ini keadaan itu berubah. Pengetahuan psikologi diperlukan dimanapun dan kapanpun diadakan penyelidikan politik secara ilmiah. Menurut Lasswell, di AS kini ilmu politik sedang mengalami peninjauan kembali atas metode serta peristilahannya. Peninjauan kembali ini terutama disebabkan oleh pengalaman dalam pelaksanaan prosedur-prosedur psikologis dalam penyelidikan ilmu politik. Menurut Lasswell, psikologi akan memainkan perannya yang lebih besar lagi di masa depan, karena bertambah intensifnya perjuangan untuk mempertahankan dan memperoleh kebebasan individu.
5. Hubungan Ilmu Politik dengan Antropologi Budaya.
Antropologi budaya menyelidiki aspek-aspek cultural dari setiap hidup bersama dimasa lampau dan masa kini. Sebagai ilmu yang mempelajari kebudayaan masyarakat, maka hasil-hasil penyelidikan antropologi dapat bermanfaat bagi ilmu politik. Terutama hasil-hasil penyelidikan kebudayaan dimasa lampau yang meliputi semua aspek cultural masyarakat, termasuk ide-ide dan lembaga-lembaga politiknya, dapat dijelaskan kepada sarjana-sarjana ilmu politik menjadi timbul suatu pertumbuhan dan perkembangan ide-ide dan lembaga-lembaga politik itu salah satu konsep antropologi budaya yang merupakan penemuan yang penting adalah “konsep kebudayaan” (culture concept) sebagaimana dikembangkan oleh Ralph Tipton dan sarjana-sarjana antropologi lainnya. Konsep ini menyatakan eratnya hubungan antara kebudayaan sesuatu masyarakat dengan kepribadian individu-individu dari masyarakat itu, antara kebudayaan dengan lembaga-lembaga dan ide-ide terdapat yang terdapat dalam masyarakat itu. Kebudayaan memberikan corak dan ragam pada lembaga-lembaga dan ide-ide dalam masyarakat itu.
6. Hubungan Ilmu Politik dengan Sejarah
Sejarah adalah deskriptif kronologis peristiwa dari zaman silam. Sejarah merupakan penghimpunan kejadian-kejadian konkret di masa lalu. Ilmu politik tak terbatas pada apa yang terdapat dalam sejarah. Mengetahui sejarah politik suatu Negara belum memberikan gambaran yang tepat tentang keadaan politik negera itu di masa lampau dan masa yang akan datang. Sejarah hanya menvatat apa yang pernah terjadi, sedang ilmu politik disamping menyelidiki apa yang pernah terjadi, juga apa yang kini sedang berlangsung dan mengadakan ramalan hari depan suatu masyarakat, ditinjau dari segi politik.
Politik membutuhkan sejarah dan hamper semua peristiwa histories adalah peristiwa politik. Ilmu politik memperkaya materinya dengan peristiwa sejarah, mengadakan perbandigan dari buku-buku sejarah. Sejarah merupakan gudang data bagi ilmu politik.
7. Hubungan Ilmu Politik dengan Geografi
Segala penyelidikan atas kehidupan manusia tidak akan bermanfaat dan tidak akan sempurna jika penyelidikan itu tidak meliputi keadaan geografi. Dengan kata lain kehidupan manusia akan dipengaruhi oleh letak geografi, luas wilayah, kekayaan alam, iklim dsb. Misalnya letak geografis menentukan apakan suatu Negara akan menjadi Negara “land power” atau “sea power” demikian juga letak suatu Negara akan mempengaruhi dalam diplomasi dan strategi perang.
Dalam hal ini, terdapat cabang geografi, yaitu geopolitik yang memberikan penafsiran geografis atas hubungan-hubungan internasional. Geopolitik berusaha melukiskan hubungan yang erat antara factor-faktor geografis dan peristiwa-peristiwa politik.
Bagi sarjana-sarjana Jerman seperti Haushofer, kekalahan Jerman dalam PD I terutama disebabkan oleh apa yang mereka sebut dengan “kekalahan geografis” peristiwa tersebut menunjukkan betapa eratnya hubungan ilmu politik dengan geografi.
8. Hubungan Ilmu Politik dengan Etika
Etika adalah pengetahuan tentang hal-hal yang baik dan buruk, tentang keharusan dan hal-hal yang wajib dibiarkan. Hubungan ilmu politik dan etika dilukiskan sebagai suatu hubungan yang membatasi ilmu politik, terutama praktek politik. Etika mengatakan apa yang harus dilakukan, tetapi disamping itu juga menetapkan batas-batas dari apa yang wajib dibiarkan. Etika memberikan dasar moral kepada politik. Apabila menhilangkan moral dari politik, maka akan kita dapatkan politik yang berisfat “Machiavelistis” yaitu politk sebagai alat untuk melakukan segala sesuatu, baik atau buruk tanpa mengindahkan kesusilaan. Hanya dengan jalan menjadikan kesusilaan sebagai dasar politik, dapat diharapkan akan adanya politik yang mengindahkan aturan-aturan permainan, apa yang harus dilakukan dan apa yang wajib dibairkan.
1. Setiap masyarakat menghadapi kelangkaan dan keterbatasan sumber-sumber sehingga konflik timbul dalam proses penentuan distribusi;
2. Kelompok yang dominant (pemerintah) menentukan distribusi dan pengalokasian melalui keputusan politik
3. Pemerintah mengalokasikan kepada beberapa kelompok dan individu, tetapi mengurangi atau tidak mengalokasikan kepada kelompok dan individu lain. Oleh karena itu, kebijakan-kebijakan pemerintah tidak pernah menguntungkan semua pihak;
4. Ada tekanan terus menerus untuk mengalokasikan sumber-sumber yang langka;
5. Tekanan-tekanan tersebut menyebabkan kelompok dan individu yang diuntungkan berupaya keras untuk mempertahankan struktur yang menguntungkan tersebut;/kelompok konservatif.
6. Semakin mampu penguasa meyakinkan bahwa system politik yang ada memiliki legitimasi, maka semakin mantap kedudukan penguasa dan kelompok yang diuntungkan dalam perjuangan mereka menghadapi golongan yang menghendaki perubahan;/radikal.
7. Banyak kebijakan ideal yang dimaksudkan untuk memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat ternyata hanya burupa pemecahan yang semu, sebab sulit dilaksanakan dalam kenyataan.
8. Dalam politik tidak ada yang serba gratis, maksudnya setiap aksi yang dilakukan selalu ada ongkos yang harus dibayar atau resiko yang mesti ditanggung.
Hubungan ilmu Politik dengan ilmu-ilmu lainnya.
1. hubungan ilmu Politik dengan ilmu Ekonomi.
Ilmu politik dan Ekonomi sejak dulu sampai sekarang selalu sangat erat hubungannya. Dalam setiap tindakan politik ada aspek ekonominya, demikian pula struktur perekonomian suatu masyarakat dapat mempengaruhi lembaga-lembaga politik yang sudah ada. Pada zaman Yunani, ilmu politik mengatur kehidupan politik orang-orang Yunani, sedangkan ekonomi (oikonomos) mengatur kemakmuran material dari warga negara Yunani. Pada abad 17, Montchretien de Watteville memperkenalkan istilah “Ekonomi Politik” yang menggambarkan begitu eratnya ilmu politik dan Ekonomi. Pada akhir PD I di Inggris dikemukakan ide tentang Negara kesejahteraan (Welfare state) artinya Negara Mensejahterakan rakyatnya, bukan sekedar “Negara penjaga malam”.
2. Hubungan ilmu politik dengan ilmu hukum
Setiap masyarakat baik moderen maupun primitive harus berdasarkan kepada ketertiban. Hukum dibuat, dijalankan dan dipertahankan oleh suatu kekuasaan. Pada saat ini, kekuasaan itu adalah Negara. Dalam hal ini sudah nampak hubungan antara ilmu politik dan ilmu hukum, yaitu dalam peranan Negara sebagai pembentuk hukum dan dalam objek ilmu hukum itu sendiri yaitu hukum. Ilmu politik juga menyelidiki hukum tetapi tidak menitik beratkan pada segi-segi teknis dari hukum, melainkan terutama menitikberatkan pada hukum sebagai hasil persaingan kekuatan-kekuatan social, sebagai hasil dari factor-faktor kekuasaan.
Hukum juga merupakan salah satu diantara sekian banyak “alat politik” yang dapat digunakan untuk mewujudkan kebijakan penguasa dan Negara. Tidak semua bagian hukum positif mempunyai hubungan yang erat dengan ilmu poltik, misalnya: hukum public dan hukum Negara adalah yang paling erat hubungannya, sedang hukum perdata atau hukum dagang relative kecil hubungannya.
3. Hubungan Ilmu Politik dengan Sosiaologi
Menurut Giddings, sarjana-sarjana ilmu politik harus menlengkapi dirinya dengan pengetahuan dasar sosiologi, karena sosiologi sebagai ilmu masyarakat dengan hasil-hasil penyelidikannya, menyebabkan ilmu politik tidak perlu lagi mengadakan penyelidikan yang telah dihasilkan oleh sosiaologi tersebut. Sosiologi meliputi berbagai cabang pengetahuan antara lain sosiaologi tentang kejahatan, sosiologi pendidikan, sosiologi agama, sosiologi politik dan sebagainya.
Terutama sosiologi politik, sangat erat hubungannya dengan ilmu politik, sebab sosiologi politik bagian dari sosiologi yang menganalisis proses-proses yang menitik beratkan pada dinamika tingkahlaku politik. Sebagaimana tingkahlaku itu dipengaruhi oleh berbagai proses spsoal, seperti kerjasama, persaingan, konflik dsb. Hal-hal tersebut juga dianalisis oleh ilmu politik.
4. Hubungan Ilmu Politik dengan Psikologi Sosial
Psikologi berasal dari bahasa Yunani “psycos” yang berarti jiwa dan “logos” yang berarti ilmu, jadi ilmu yang mempelajari tentang jiwa manusia. Proses pendekatan ilmu politik banyak memakai hukum-hukum dan dalil-dalil psikologi dalam menjelaskan gejala-gejala politik dan penyelidikan tentang motif-motif yang menjadi dasar setiap proses politik. Sarjana psikologi mengembangkan pendapat-pendapat mereka tentang naluri, emosi, dan kebiasaan individu atau “psyche” seseprang. Pengetahuan “psyche” seseorang dapat menjelaskan seluruh tingkah laku dan sikal orang itu. Dalam penyelidikan pendapat umum, propaganda, parpol, masalah kepemimpinan dan revolusi amat banyak dipergunakan hukum-hukum dan dalil-dalil psikologi itu.
Jika dahulu psikologi agak diabaikan dalam penyelidikan ilmu politik, dewasa ini keadaan itu berubah. Pengetahuan psikologi diperlukan dimanapun dan kapanpun diadakan penyelidikan politik secara ilmiah. Menurut Lasswell, di AS kini ilmu politik sedang mengalami peninjauan kembali atas metode serta peristilahannya. Peninjauan kembali ini terutama disebabkan oleh pengalaman dalam pelaksanaan prosedur-prosedur psikologis dalam penyelidikan ilmu politik. Menurut Lasswell, psikologi akan memainkan perannya yang lebih besar lagi di masa depan, karena bertambah intensifnya perjuangan untuk mempertahankan dan memperoleh kebebasan individu.
5. Hubungan Ilmu Politik dengan Antropologi Budaya.
Antropologi budaya menyelidiki aspek-aspek cultural dari setiap hidup bersama dimasa lampau dan masa kini. Sebagai ilmu yang mempelajari kebudayaan masyarakat, maka hasil-hasil penyelidikan antropologi dapat bermanfaat bagi ilmu politik. Terutama hasil-hasil penyelidikan kebudayaan dimasa lampau yang meliputi semua aspek cultural masyarakat, termasuk ide-ide dan lembaga-lembaga politiknya, dapat dijelaskan kepada sarjana-sarjana ilmu politik menjadi timbul suatu pertumbuhan dan perkembangan ide-ide dan lembaga-lembaga politik itu salah satu konsep antropologi budaya yang merupakan penemuan yang penting adalah “konsep kebudayaan” (culture concept) sebagaimana dikembangkan oleh Ralph Tipton dan sarjana-sarjana antropologi lainnya. Konsep ini menyatakan eratnya hubungan antara kebudayaan sesuatu masyarakat dengan kepribadian individu-individu dari masyarakat itu, antara kebudayaan dengan lembaga-lembaga dan ide-ide terdapat yang terdapat dalam masyarakat itu. Kebudayaan memberikan corak dan ragam pada lembaga-lembaga dan ide-ide dalam masyarakat itu.
6. Hubungan Ilmu Politik dengan Sejarah
Sejarah adalah deskriptif kronologis peristiwa dari zaman silam. Sejarah merupakan penghimpunan kejadian-kejadian konkret di masa lalu. Ilmu politik tak terbatas pada apa yang terdapat dalam sejarah. Mengetahui sejarah politik suatu Negara belum memberikan gambaran yang tepat tentang keadaan politik negera itu di masa lampau dan masa yang akan datang. Sejarah hanya menvatat apa yang pernah terjadi, sedang ilmu politik disamping menyelidiki apa yang pernah terjadi, juga apa yang kini sedang berlangsung dan mengadakan ramalan hari depan suatu masyarakat, ditinjau dari segi politik.
Politik membutuhkan sejarah dan hamper semua peristiwa histories adalah peristiwa politik. Ilmu politik memperkaya materinya dengan peristiwa sejarah, mengadakan perbandigan dari buku-buku sejarah. Sejarah merupakan gudang data bagi ilmu politik.
7. Hubungan Ilmu Politik dengan Geografi
Segala penyelidikan atas kehidupan manusia tidak akan bermanfaat dan tidak akan sempurna jika penyelidikan itu tidak meliputi keadaan geografi. Dengan kata lain kehidupan manusia akan dipengaruhi oleh letak geografi, luas wilayah, kekayaan alam, iklim dsb. Misalnya letak geografis menentukan apakan suatu Negara akan menjadi Negara “land power” atau “sea power” demikian juga letak suatu Negara akan mempengaruhi dalam diplomasi dan strategi perang.
Dalam hal ini, terdapat cabang geografi, yaitu geopolitik yang memberikan penafsiran geografis atas hubungan-hubungan internasional. Geopolitik berusaha melukiskan hubungan yang erat antara factor-faktor geografis dan peristiwa-peristiwa politik.
Bagi sarjana-sarjana Jerman seperti Haushofer, kekalahan Jerman dalam PD I terutama disebabkan oleh apa yang mereka sebut dengan “kekalahan geografis” peristiwa tersebut menunjukkan betapa eratnya hubungan ilmu politik dengan geografi.
8. Hubungan Ilmu Politik dengan Etika
Etika adalah pengetahuan tentang hal-hal yang baik dan buruk, tentang keharusan dan hal-hal yang wajib dibiarkan. Hubungan ilmu politik dan etika dilukiskan sebagai suatu hubungan yang membatasi ilmu politik, terutama praktek politik. Etika mengatakan apa yang harus dilakukan, tetapi disamping itu juga menetapkan batas-batas dari apa yang wajib dibiarkan. Etika memberikan dasar moral kepada politik. Apabila menhilangkan moral dari politik, maka akan kita dapatkan politik yang berisfat “Machiavelistis” yaitu politk sebagai alat untuk melakukan segala sesuatu, baik atau buruk tanpa mengindahkan kesusilaan. Hanya dengan jalan menjadikan kesusilaan sebagai dasar politik, dapat diharapkan akan adanya politik yang mengindahkan aturan-aturan permainan, apa yang harus dilakukan dan apa yang wajib dibairkan.
Langganan:
Postingan (Atom)